Saya selalu kagum dengan cara kerja otak anak-anak. Betul-betul seperti spons yang punya pori super banyak. Tebal dan kalau sudah nyimpen air, volumenya akan berkali-kali lipat ketimbang volume ruang spons itu.
Kami sih bukan pasangan yang terlalu sak ‘klek‘ dengan agama. Masih kelas bawah menuju tengah. Dan berharap terus menerus bikin kebaikan untuk diri sendiri dan liyan. Yang penting: kewajiban ditunaikan dan hak Tuhan tidak diabaikan.
Saya juga nggak ‘ngoyo’ bikin supaya anak-anak menjadi penghafal Qur’an. Kalau memang jalannya kesitu sih ya bonus aja. Tapi paling tidak saya ingin anak-anak bisa hafal surat pendek. Alasannya simpel: supaya kalau siap sholat, mereka nggak bingung baca surat Qur’an yang cuma itu-itu saja.
Jadi ceritanya saya pengen mbuktiin kalau anak-anak adalah plagiator ulung. Saya bikin metode murottal bacain surat-surat pendek tiap malam menjelang tidur. Dua anak saya: L (4Y) dan S (3Y) nggak protes. Malah si kecil S nanya, “Bunda nyanyi apa sih?” Loh!! Dia menyamakan mendaras Qur’an dengan menyanyi. Wes, gak popo…
Tiap menjelang tidur malam, satu per satu surat pendek saya bacakan pelan-pelan. Awalnya mereka diam saja. Dua-tiga-empat malam masih diam. Barangkali memang belum hafal. Biasanya sih sampai malam ke tujuh atau delapan, si besar L mulai ‘grathul-grathul’ ngikut murottal bareng.
Nah, si bungsu S ini agak beda. Kalau murottal malam memang nggak pernah mau baca. Justru milih diam dan mendengar. Tapi begitu siang, kalau pas quality time -naik sepeda motor berdua misalnya- selalu minta baca surat yang saya berikan malamnya. Meski masih ‘celat’ makhrojnya tapi arahnya jelas.
Kalau sudah kelihatan mau melafal begini -meski harus bareng sama Mboknya-, ini pertanda anak-anak sudah siap ditambahi surat Quran yang baru untuk malam berikutnya. Parameternya ya si bungsu S tadi.
Menurut saya, ini cara yang jitu banget ngasih hafalan ke mereka. Menjelang tidur, gelombang otak anak menjadi rileks. Frekuensi otak menuju gelombang bheta. Pada level inilah, segala rangsangan input bisa masuk dengan mudah dan terekam hebat di ingatan mereka. Yang terjadi, L dan S kadang-kadang laporan ke saya, surat apa yang dilafal ayahnya tiap sholat jama’ah maghrib pada senja sebelumnya.
Ini juga sebenarnya ngelatih saya untuk menghafal lagi tiap-tiap huruf, makhroj dan tajwid. Juga urut-urutan surat pendek di Al Qur’an. Sudah hafal ayatnya tapi sering lho nggak tahu urutan sebenarnya di juz 30 itu. Kadang ditagih juga sama mereka, “Bun, yang dibaca tadi cerita tentang apa sih?”. Duh, jadi belajar munasabah Qur’an juga.
So, jangan malas, jangan menunda. Bukankah jika tidak tahan lelahnya belajar, maka kau harus tahan menanggung perihnya kebodohan? (Imam Syafi’i). #koreksi diri-koreksi hati, semoga dijuhkan dari sifat riya’ juga iri
-26 Agustus 2017, dini hari-
credit photo: Qur’an Woman and Children (https://muslimvillage.com)